SIDRAP, HBK – Kekecewaan sejumlah pedagang Pasar Lawawoi memuncak setelah direlokasi ke lokasi baru yang kini dinamai Pasar Swadaya Lawawoi.
Relokasi ini disertai kebijakan pembangunan pelataran, kios, dan gardu melalui dana swadaya para pedagang, dengan tarif bervariasi: Rp1,9 juta untuk pelataran, Rp4 juta untuk kios, dan Rp8 juta untuk gardu.
Namun, tidak semua pedagang mampu menanggung biaya tersebut. Seorang pedagang, sebut saja Vina, mengaku dirugikan karena tidak mendapatkan tempat berjualan di lokasi baru.
Ia bahkan diminta membayar Rp35 juta oleh Kepala Pasar Lawawoi, Rusdin—jumlah yang jauh melebihi tarif resmi yang berlaku bagi pedagang lainnya.
Merasa menjadi korban pemerasan, Vina melaporkan Rusdin ke Polres Sidrap. Dalam laporannya, Vina mengungkapkan dua dugaan pelanggaran: pemerasan serta penyalahgunaan wewenang dan dana swadaya para pedagang.
“Ini bukan sekadar soal tempat. Ada dugaan kuat penyelewengan dana swadaya dan tekanan terhadap pedagang kecil seperti saya,” ujarnya.
Dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp pada Kamis (24/4), Rusdin membantah tudingan tersebut dan menyatakan keberatan atas laporan yang ditujukan kepadanya.
“Saya keberatan atas pelaporan yang menyebut saya melakukan pemerasan. Saya perlu klarifikasi: kapan dan kepada siapa saya melakukan pemerasan?” tulis Rusdin.
Menurut Rusdin, Vina tidak memperoleh tempat karena tidak memenuhi kewajiban sesuai kesepakatan antara pedagang dan komunitas pasar. Tempat tersebut akhirnya dialihkan kepada pedagang lain yang bersedia mengganti biaya pembangunan yang telah dilakukan oleh tukang.
Kasus ini kini menjadi perhatian luas, terutama di kalangan pedagang yang merasa sistem swadaya tersebut tidak transparan dan tidak merata dalam penerapannya. (*)
Tinggalkan Balasan