MAKASSAR, HBK – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Kejaksaan Negeri Makassar menuntut hukuman berat terhadap Mustadir Dg Sila (42), Direktur CV Fenny Frans, dalam sidang pembacaan tuntutan yang digelar di Pengadilan Negeri Makassar, Selasa (22/4/2025).

Terdakwa Mustadir dituntut pidana penjara selama 4 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar karena dinilai bertanggung jawab atas peredaran produk skincare yang mengandung bahan berbahaya merkuri.

Dalam persidangan, JPU menyatakan bahwa terdakwa telah melanggar Pasal 435 Jo Pasal 138 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Produk kosmetik milik terdakwa, yakni FF Fenny Frans Day Cream Glowing dan Night Cream Glowing, terbukti mengandung merkuri berdasarkan hasil uji laboratorium dari Balai Besar POM Makassar.

Tuntutan tersebut diperkuat oleh keterangan sejumlah saksi ahli, termasuk Irda Rezkina Aziz dari BPOM RI, yang menegaskan bahwa merkuri merupakan bahan terlarang dalam kosmetika sesuai peraturan yang berlaku.

Sementara itu, ahli kesehatan dari Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan, Andi Haslinda, menguraikan dampak merkuri terhadap kesehatan manusia, mulai dari iritasi kulit hingga gangguan sistem saraf yang serius.

Dari sisi hukum, saksi ahli pidana dari Universitas Muslim Indonesia, Nur Fadhilah Mappaselleng, menyatakan bahwa seluruh unsur pidana dalam kasus ini telah terpenuhi, sehingga terdakwa dapat dimintai pertanggungjawaban hukum sebagai pelaku usaha.

Meski JPU mencatat adanya sikap kooperatif dari terdakwa serta belum pernah terlibat dalam kasus hukum sebelumnya sebagai hal yang meringankan, perbuatannya dinilai sangat meresahkan dan membahayakan keselamatan konsumen.

Sidang dijadwalkan berlanjut pada Selasa (29/4/2025) dengan agenda pembacaan pledoi dari pihak terdakwa. Adapun dua terdakwa lainnya dalam perkara serupa, yakni Mira Hayati dan Agus Salim, juga masih menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Makassar.

Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut keselamatan konsumen serta menjadi indikator ketegasan aparat penegak hukum dalam menindak pelaku usaha yang melanggar aturan di industri kosmetik. (Moel)