SIDRAP, HBK — Pagi itu, langit Desa Bila Riawa, Kecamatan Dua Pitue, Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), tampak cerah.

Udara lembap khas persawahan menyelimuti ratusan hektare padi yang mulai menguning, seolah bersiap menorehkan sejarah baru bagi dunia pertanian Indonesia. Selasa, 2 September 2025, bukan sekadar hari panen biasa.

Inilah hari ketika Sidrap meneguhkan dirinya sebagai ikon pertanian modern dengan produktivitas padi mencapai 12,7 ton per hektare — angka fantastis yang jauh melampaui rata-rata nasional.

Tak heran jika senyum para petani begitu lebar. Hembusan angin sawah sore itu seperti membawa kabar baik yang sudah lama dinanti. Dari setiap batang padi yang dipanen, terasa ada kisah panjang tentang kerja keras, inovasi, dan keberanian untuk berubah.

Strategi Presisi, Hasil Fantastis

Dalam sambutannya, Bupati Sidrap H. Syaharuddin Alrif menegaskan bahwa capaian ini bukanlah kebetulan. Ada proses panjang dan sistematis di baliknya.

“Keberhasilan ini bukan soal seberapa luas lahan kita, melainkan bagaimana kita mengelola setiap jengkalnya dengan presisi. Dari pemilihan varietas unggul, manajemen air berbasis irigasi berkelanjutan, hingga penggunaan pupuk berimbang sesuai kaidah agronomi. Semua dilakukan secara terukur,” ungkap Syaharuddin, penuh kebanggaan.

Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) menjadi kunci. Data Dinas Pertanian Sidrap menyebut, para petani di Bila Riawa kini telah memanfaatkan metode Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan site-specific nutrient management — pendekatan yang menyesuaikan kebutuhan pupuk dengan kondisi spesifik tanah di tiap petak sawah.

Hasilnya tak main-main: produktivitas meningkat hampir dua kali lipat dibanding capaian rata-rata Sulawesi Selatan, yang hanya sekitar 6,5 ton per hektare. Dengan harga gabah Rp6.800/kg, nilai ekonomi satu hektare lahan kini menembus Rp86,36 juta.

Panen Raya yang Membawa Harapan

Panen raya di Bila Riawa sore itu berlangsung meriah. Musik tradisional mengalun di tengah hamparan sawah, sementara deretan mesin combine harvester menderu memotong batang padi dengan presisi. Para petani tampak sumringah memegang gabah hasil panen mereka, sebagian bahkan meneteskan air mata bahagia.

Di tengah keramaian, Syaharuddin tampak akrab menyapa petani satu per satu. “Kami ingin pemerintah hadir, bukan sekadar sebagai regulator, tapi sebagai mitra sejati petani,” ujarnya.

Bagi petani seperti Abdul Rahman (48), capaian ini adalah buah dari keberanian mencoba hal baru.

“Dulu kami hanya panen 6 ton per hektare. Sekarang lebih dari 12 ton. Semua karena penyuluh sering turun lapangan, ngajarin cara tanam yang lebih efisien,” katanya sambil menunjukkan gabah hasil panen.

Sidrap Menuju Lokomotif Pertanian Modern

Lebih dari sekadar kebanggaan lokal, capaian Sidrap membawa pesan penting tentang ketahanan pangan nasional. Dalam visi pembangunan pertanian Sidrap, pemerintah daerah menargetkan wilayah ini menjadi pusat inovasi pertanian modern yang menjadi rujukan daerah lain.

“Sidrap tidak hanya ingin dikenal sebagai penghasil beras, tapi sebagai pusat riset, inovasi, dan teknologi pertanian berbasis keberlanjutan. Ini sejalan dengan cita-cita Indonesia Emas 2045,” tegas Syaharuddin.

Tak hanya itu, Pemkab Sidrap juga tengah mempersiapkan digitalisasi pertanian, mulai dari penggunaan sensor kelembapan tanah, drone pemetaan lahan, hingga platform pemasaran daring untuk memotong rantai distribusi gabah.

Tantangan dan Jalan Panjang ke Depan

Meski mencatat capaian fenomenal, Sidrap masih menghadapi tantangan serius: ancaman perubahan iklim, keterbatasan air, fluktuasi harga pupuk, hingga peralihan generasi petani. Pemerintah daerah kini gencar menarik minat anak muda untuk kembali ke sawah melalui program petani milenial berbasis teknologi.

Dengan capaian 12,7 ton per hektare, Sidrap telah membuktikan bahwa inovasi dan sinergi lintas sektor bisa menghasilkan lompatan besar. Namun perjalanan menuju lumbung pangan modern masih panjang, dan butuh kolaborasi semua pihak — pemerintah, akademisi, pelaku usaha, dan tentu saja para petani.

Ketika matahari mulai condong ke barat, sinarnya memantul indah di atas hamparan padi emas Bila Riawa. Riuh sorak petani yang memanen hasil jerih payahnya terasa membuncah, membawa semangat baru bagi Sidrap.

Dari sudut kecil Sulawesi Selatan ini, Sidrap sedang menulis kisahnya sendiri: kisah tentang keberanian berinovasi, kerja keras kolektif, dan mimpi besar menjadi motor pertanian Indonesia. (Arya)