MAKASSAR, HBK — Upaya Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) membasmi jaringan mafia bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, terutama solar, kembali diuji.

Di tengah tekanan keras yang baru-baru ini ditegaskan Kapolda Sulsel Irjen Pol Rusdi Hartono kepada seluruh jajarannya untuk memberantas praktik ilegal distribusi BBM subsidi, justru muncul dugaan keterlibatan oknum dalam tubuh institusi sendiri yang merusak citra penegakan hukum.

Sejumlah warga dan pengamat energi mencium adanya aktivitas mencurigakan dari mobil tangki milik PT Ronal Jaya Energi yang terlihat hilir-mudik dalam sepekan ini di wilayah Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan.

Tangki-tangki tersebut diduga mengangkut solar subsidi secara ilegal untuk diselundupkan ke Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, yang notabene merupakan kawasan industri tambang yang sangat membutuhkan pasokan bahan bakar dalam jumlah besar.

Bahkan pantauan media, hampir pertiga hari, mobil-mobil pengangkutan BBM bersubsidi ini menggunakan kapasitas tangki 15.000 liter.

Tangki Lolos Bebas di Tengah Ketatnya Penindakan

Paling terbaru, satu unit mobil tangki milik perusahaan tersebut dengan kapasitas 15.000 liter, berwarna biru-putih, dilaporkan melintas di jalur utama trans Sulawesi pada Rabu, 30 Juli 2025.

Rute ini dikenal sebagai akses strategis penghubung antara Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah, dan sering kali dijadikan lintasan favorit bagi praktik penyelundupan BBM bersubsidi.

Yang membuat publik geram, perusahaan tersebut diketahui dimiliki oleh seorang berinisial DRW, yang disebut-sebut merupakan personel aktif di jajaran Polda Sulsel.

Kuat dugaan, status ini membuat DRW seolah kebal hukum. Meski sebagian besar pemain BBM ilegal disebut telah tiarap usai perintah tegas Kapolda, aktivitas PT Ronal Jaya Energi justru tetap eksis tanpa hambatan berarti. Bahkan, beberapa sumber menuding bahwa DRW mendapat perlindungan dari oknum petinggi internal Polda Sulsel sendiri.

Riwayat Penangkapan Tak Membuat Jera

Keterlibatan PT Ronal Jaya Energi dalam praktik ilegal ini bukan baru pertama kali terendus. Tercatat, salah satu mobil tangki milik perusahaan ini pernah ditangkap di Kabupaten Bantaeng saat kedapatan tengah membongkar solar subsidi di kawasan pelabuhan.

Ironisnya, penangkapan itu tidak diikuti dengan efek jera atau proses hukum yang transparan.

Justru sebaliknya, aktivitas perusahaan kian marak, dan seakan menantang kewibawaan hukum dan institusi kepolisian sendiri.

Masyarakat Desak Transparansi dan Penegakan Hukum Tanpa Tebang Pilih

Fenomena ini memicu kekhawatiran dan kekecewaan di kalangan masyarakat, khususnya pemerhati energi dan aktivis anti-korupsi.

Mereka mendesak Kapolda Sulsel agar tidak hanya berhenti pada instruksi moral, tetapi bertindak konkret dengan menindak siapapun yang terlibat dalam mafia solar, termasuk bila pelaku berasal dari institusi sendiri.

“Kalau benar pemilik PT Ronal Jaya Energi adalah anggota Polda, ini pukulan telak bagi institusi. Pembersihan harus dimulai dari dalam. Kalau tidak, masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap aparat penegak hukum,” tegas Faisal, seorang aktivis lingkungan dan energi bersih di Makassar.

Jejak Modus dan Dugaan Jaringan Terorganisir

Aktivitas PT Ronal Jaya Energi diduga merupakan bagian dari jaringan penyelundupan yang terorganisir, memanfaatkan celah hukum dan kedekatan dengan aparat.

Modusnya adalah memuat solar bersubsidi dari SPBU tertentu dengan dokumen manipulatif, lalu mengangkutnya melintasi kabupaten/kota, bahkan provinsi, hingga tiba di lokasi-lokasi industri tambang yang siap menampung solar dengan harga non-subsidi.

Dugaan ini semakin menguat karena meski ada penangkapan sebelumnya, tidak ada kabar lanjutan soal status hukum sopir, kendaraan, atau pemilik perusahaan. Semua lenyap tanpa jejak hukum yang jelas.

KPK dan Mabes Polri Diminta Turun Tangan

Melihat kompleksitas dan dugaan keterlibatan oknum aparat, sejumlah kalangan mendorong agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mabes Polri ikut turun tangan.

Apalagi, penyelundupan BBM subsidi tidak hanya merugikan negara secara ekonomi, tetapi juga mencederai keadilan sosial.

“Setiap liter solar subsidi yang diselewengkan adalah hak rakyat kecil yang membutuhkan. Negara harus hadir, dan ini bukan lagi soal pelanggaran biasa, tapi kejahatan terstruktur,” kata Ahmad Rifai, pengamat kebijakan publik dari UIN Alauddin Makassar.

Sementara kasus PT Ronal Jaya Energi ini bisa menjadi momentum pembuktian integritas Kapolda Sulsel dalam menindak mafia BBM hingga ke akar-akarnya.

Penegakan hukum tanpa pandang bulu adalah syarat mutlak dalam memberantas kejahatan yang terstruktur dan merusak moral institusi.

Masyarakat kini menunggu, apakah instruksi keras Kapolda hanya berhenti pada seruan moral, atau akan benar-benar membongkar dalang dan jaringan mafia solar hingga tuntas—tanpa kompromi, termasuk terhadap “orang dalam” sendiri. (Ady)