SINJAI, HBK– Proyek pembangunan kantor cabang Bank Rakyat Indonesia (BRI) tiga lantai di Jalan Persatuan Raya, Sinjai, menuai sorotan bukan hanya karena kemegahannya, tapi karena dugaan pelanggaran serius terhadap prinsip transparansi dan kepatuhan hukum.

Bernilai fantastis mencapai Rp30 miliar, proyek ini disebut-sebut dibangun tanpa dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Analisis Dampak Lalu Lintas (Andalalin) yang wajib dimiliki berdasarkan peraturan yang berlaku. Ironisnya, hanya Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) yang digunakan sebagai dasar, padahal dokumen tersebut hanya diperuntukkan bagi kegiatan berskala kecil.

Drajat, pelaksana proyek dari PT. Inti Indah, justru mengungkap progres fisik proyek yang cukup pesat. “Pembangunan gedung BRI Sinjai sudah mencapai perminggu ini 25,992 persen dari target 22,123 persen. Perizinan semua dari BRI, material dari Sinjai dan luar Sinjai,” ungkapnya. (Selasa, 02/06/2025)

Namun fakta bahwa pembangunan terus berjalan tanpa dokumen Andalalin mendapat konfirmasi langsung dari Pihak Dinas Perhubungan Sinjai, A. Ardin. “Iya belum ada Andalalin pembangunan gedung BRI Sinjai. Padahal, sesuai Permenhub No. 75 Tahun 2015, pembangunan gedung yang berpotensi menimbulkan dampak lalu lintas wajib memiliki Andalalin. Tanpa itu, proyek seharusnya tidak boleh dilanjutkan,” tegasnya.

Pernyataan mengejutkan juga datang dari Kepala BRI Sinjai, H. Dandi. “Sudah ada rekomendasi dari Kepala Dinas Perhubungan Kab. Sinjai. AMDAL tidak ada. Cukup pakai SPPL. Andalalin sementara proses, sisa menunggu hasil,” dalihnya.

Pengamat lingkungan dan tata ruang, Arifullah, menyebut SPPL tidak dapat menggantikan fungsi AMDAL dalam proyek skala besar. “SPPL bukan dokumen pengganti AMDAL, apalagi untuk proyek besar seperti gedung perkantoran tiga lantai senilai puluhan miliar rupiah. SPPL hanya diperuntukkan bagi kegiatan skala kecil yang berdampak minim terhadap lingkungan,” ujarnya.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan adanya kelonggaran atau bahkan pembiaran dalam pengawasan proses perizinan. Padahal, pelanggaran terhadap prosedur lingkungan dapat menjadi pintu masuk penyelidikan hukum jika terbukti melanggar ketentuan Undang-Undang Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah terkait lalu lintas.

Desakan mulai bermunculan agar Pemkab Sinjai dan aparat penegak hukum (APH) segera melakukan langkah tegas. Audit komprehensif atas semua dokumen perizinan menjadi keharusan, agar tidak tercipta preseden buruk dalam proses pembangunan ke depan.(TIM)