SIDRAP, HBK — Proyek pengecoran lorong di Jalan Teteaji, Kelurahan Amparita, Kecamatan Tellu Limpoe, Kabupaten Sidrap, kembali menjadi sorotan tajam.
Tim media yang meninjau langsung ke lokasi menemukan sejumlah kejanggalan yang mengarah pada dugaan pelanggaran prosedur dan minimnya transparansi penggunaan anggaran publik.
Papan Proyek Tak Ada: Indikasi Proyek Tanpa Akuntabilitas
Saat berada di lokasi pekerjaan, tim tidak menemukan satupun papan informasi proyek yang wajib dipasang pada setiap kegiatan fisik yang dibiayai APBD/APBN.
Padahal, papan proyek merupakan alat kontrol publik yang memuat informasi dasar seperti nama kegiatan, nilai kontrak, durasi pekerjaan, hingga identitas kontraktor.
Hilangnya papan proyek memicu dugaan bahwa kegiatan tersebut berpotensi dijalankan tanpa pengawasan dan tanpa pertanggungjawaban terbuka kepada masyarakat — sebuah indikasi proyek yang masuk kategori “proyek siluman”.
Regulasi Jelas Mewajibkan Transparansi
Kewajiban memasang papan proyek telah diatur secara tegas melalui:
- UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
- Perpres 54/2010 dan Perpres 70/2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
Aturan tersebut menegaskan bahwa setiap proyek fisik wajib diumumkan secara terbuka agar publik dapat melakukan pengawasan sejak tahap awal.
Namun fakta di lapangan menunjukkan hal sebaliknya.
Pejabat PUPR Sidrap Mengaku “Lupa” Identitas Kontraktor
Saat dikonfirmasi, Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Sidrap, Andi Zulkarnaen, justru mengaku tidak mengingat nama CV yang mengerjakan proyek tersebut.
“Saya lihat dulu, saya lupa itu nama CV-nya,” ujarnya.
Menurutnya, adanya indikasi kecurigaan diduga markup dana dalam pengerjaan proyek tersebut itu diluar pengawasan pihaknya sehingga proses pekerjaan mungkin tidak koneksi dalam RAB (Rancangan Anggaran Belanja) sehingga pihaknya perlu meninjau ulang kembali pengerjaan proyek tersebut.
“Tunggu kita akan kembali tinjau dan periksa ulang pengerjaan. Kalau memang ada beberapa ketidaksesuaian pekerjaan akan kita berikan teguran termasuk semua yang dilaporkan aaak media ini,”tegasnya saat dihubungi via selulernya, Selasa (09/12/2025).
Pernyataan ini memperkuat dugaan bahwa proyek dikerjakan tanpa prosedur pelaporan yang jelas. 
Material Berbeda dari RAB: Semen Lain Ditemukan di Lapangan
Dalam RAB, disebutkan bahwa material semen harus menggunakan merek Tonasa atau Bosowa.
Namun temuan di lapangan menunjukkan tumpukan semen bermerek Semen Merdeka.
Menurut penjelasan pejabat terkait, Semen Merdeka disebut sebagai produksi Tonasa.
Namun hingga kini belum ada klarifikasi teknis maupun dokumen pendukung yang diberikan kepada media untuk memperkuat klaim tersebut.
Volume Cor Tidak Sesuai Spesifikasi
Kejanggalan lain muncul pada ketebalan beton. Pejabat PUPR menyatakan pengecoran ditargetkan mencapai 20 cm. Namun hasil pengukuran tim media di lokasi menunjukkan ketebalan hanya 12–15 cm, atau di bawah standar yang disebutkan oleh pihak dinas.
Perbedaan volume ini sangat signifikan dan dapat mengurangi kualitas serta ketahanan hasil pekerjaan.
Selain itu, dugaan adanya pengurangan volume fisik juga berkaitan langsung dengan potensi kerugian negara.
Potensi Masalah: Mulai dari Mutu Rendah hingga Risiko Penyimpangan Anggaran
Gabungan temuan di lapangan — mulai dari tidak adanya papan proyek, identitas kontraktor yang tidak jelas, penggunaan material berbeda, hingga ketebalan cor yang tidak sesuai — membuka ruang dugaan adanya pelaksanaan proyek yang tidak sesuai dengan prosedur pengadaan pemerintah.
Kondisi ini berpotensi menurunkan kualitas pembangunan dan merugikan masyarakat yang seharusnya mendapatkan hasil proyek yang kuat, aman, dan tahan lama.
Tuntutan Publik: Transparansi Harus Segera Dibuka
Masyarakat dan pemangku kepentingan di Sidrap diharapkan mendorong pemerintah untuk:
- Memasang papan proyek sesuai aturan agar proses kegiatan dapat diawasi publik.
- Membuka identitas kontraktor, nilai kontrak, dan volume pekerjaan secara resmi.
- Menghadirkan dokumen RAB dan menyandingkannya dengan kondisi di lapangan.
- Memastikan mutu pekerjaan sesuai spesifikasi teknis demi keberlanjutan infrastruktur lingkungan.
Tanpa transparansi yang memadai, setiap proyek rawan menjadi ruang gelap yang berpotensi merugikan masyarakat dan menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah. (Ady)





Tinggalkan Balasan