PINRANG, HBK — Gelombang suara haru dan ketulusan kini menggema di Kelurahan Benteng, Kecamatan Patampanua.

Para tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuda, dan kaum perempuan bersatu menyuarakan satu permintaan tulus: menolak pergantian Lurah Benteng, Andi Rahmat.

Bagi mereka, Andi Rahmat dan sang istri, Ketua PKK Kelurahan Benteng Andi Tety Ansidar, bukan hanya pemimpin administratif dan amanah.

Mereka adalah sosok pengayom, keluarga, dan teladan yang hidup di tengah masyarakat, bukan di atasnya.

Sejak awal menjabat, keduanya turun langsung ke lapangan tanpa sekat. Dari kegiatan sosial, pembinaan warga, hingga kehadiran di tengah hajatan rakyat — pernikahan, khitanan, hingga duka kematian — pasangan ini selalu hadir, membawa kehangatan dan ketulusan.

“Selama saya tinggal di Benteng, hanya dua lurah yang benar-benar menyatu dengan masyarakat. Pertama almarhum Pak Makmur, dan sekarang Andi Rahmat. Beliau tidak hanya memimpin, tapi mengayomi,” ujar Thamrin, tokoh masyarakat dengan nada penuh penghargaan.

Sosok Andi Rahmat dikenal bersahaja dan humoris, tapi di balik itu tersimpan semangat pengabdian yang kuat. Ia tak segan mendengarkan keluhan warga di malam hari, dan selalu memberi solusi dengan bijak.

Di sisi lain, Andi Tety menjadi sosok ibu bagi warga Benteng, terutama bagi para perempuan dan anak-anak. Melalui kegiatan PKK, ia menebar kasih, mengajarkan kemandirian, dan menghadirkan cinta yang menenangkan.

“Ibu Tety itu seperti cahaya bagi kami para ibu rumah tangga. Ia tidak hanya mengajarkan tentang keterampilan dan kesehatan anak, tapi juga menanamkan semangat dan rasa percaya diri. Saya pribadi menangis kalau membayangkan mereka akan pergi,” tutur Rahma, salah satu kader PKK yang terisak saat menyampaikan pendapatnya.

Sementara dari kalangan pemuda, suara yang sama muncul dengan lantang. Mereka menilai Andi Rahmat bukan hanya pemimpin, tetapi juga sahabat dan inspirator.

“Bagi kami para pemuda, Pak Lurah bukan hanya pejabat. Beliau teman diskusi, motivator, dan panutan. Kami butuh pemimpin yang dekat seperti beliau, bukan yang hanya datang saat ada agenda,” ungkap Fadli, tokoh pemuda Lingkungan Benteng Selatan.

Kini, masyarakat Benteng berdiri bersama, menyuarakan suara hati mereka agar pemerintah mendengar dan memahami: jabatan boleh berganti, tapi pengabdian dan cinta kepada masyarakat tidak bisa digantikan.

“Kami tidak menolak kebijakan, kami hanya ingin mempertahankan sosok yang telah memberi arti dalam hidup kami. Benteng sudah menyatu dengan Andi Rahmat dan Ibu Tety. Jangan pisahkan kami dengan mereka,” ucap salah satu warga perempuan penuh haru.

Andi Rahmat dan Andi Tety bukan sekadar pemimpin — mereka adalah nadi kehidupan di Kelurahan Benteng. Bagi masyarakat, pengabdian mereka bukan tentang kekuasaan, melainkan tentang cinta, pengorbanan, dan rasa kemanusiaan yang tumbuh dari hati. (Ady)