SIDRAP, HBK — Sudah sepekan terakhir, Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) dilanda krisis kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar. Dampaknya meluas.
Petani terhambat memanen padi, sopir truk menunda keberangkatan, dan denyut ekonomi di kabupaten lumbung beras Sulawesi Selatan itu melambat drastis.
Sorotan publik kini tertuju pada Pertamina yang dinilai gagal memastikan distribusi energi berjalan lancar.
Di sepuluh kecamatan yang tersebar di empat penjuru Sidrap, hampir semua SPBU mengalami krisis stok solar.
Pemandangan antrean truk dan mobil bak terbuka yang mengular berhari-hari sudah menjadi hal biasa.
Bahkan, sejumlah sopir rela menghabiskan malam di dalam mobil demi memastikan tak kehilangan giliran.
“Ini bukan antre berjam-jam lagi, tapi sudah berhari-hari. Kadang sampai tiga hari baru dapat jatah beberapa liter,” keluh Lukman, seorang sopir truk logistik, saat ditemui di salah satu SPBU di Sidrap, Senin (8/9/2025).
Pertanian Terdampak, Musim Panen Terancam Gagal
Kondisi ini semakin memprihatinkan karena kelangkaan solar terjadi tepat di puncak musim panen padi. Para petani di Kecamatan Watang Pulu, Tellu Limpoe, hingga Maritengngae, mengaku kesulitan menjalankan mesin perontok padi dan pompa air.
“Sawah sudah waktunya panen, tapi mesin perontok tak bisa jalan tanpa solar. Kami terancam rugi besar,” ujar Abdul Rahman, petani di Watang Sidenreng.
Krisis ini membuat banyak petani menunda panen, sementara sebagian lainnya terpaksa menyewa solar dengan harga dua kali lipat melalui pengecer ilegal.
Akibatnya, biaya produksi meningkat, hasil panen pun berpotensi menurun drastis.
Pertamina Batasi Pasokan, SPBU Kelimpungan
Dari penelusuran media beberapa hari terakhir ini, masalah tersebut berawal dari pembatasan suplai solar oleh pihak Pertamina.
Normalnya, setiap SPBU di Sidrap menerima jatah 8 hingga 10 ton per hari. Namun, dalam sepekan terakhir, pasokan itu dipangkas drastis menjadi hanya beberapa ton saja.
“Sekarang jatah solar kita sangat terbatas. Kadang suplai baru datang dua hari sekali, itupun malam hari,” ungkap salah satu pengelola SPBU di Sidrap.
“Biasanya kami disuplai Pertamina Parepare, tapi sekarang stok di sana terbatas, jadi harus ambil dari Makassar. Itupun jatahnya kecil.”
Akibatnya, SPBU menjadi sasaran kekecewaan masyarakat. Pengelola SPBU berada dalam posisi sulit, karena stok yang dikirim tidak sebanding dengan permintaan.
Distribusi Logistik Tersendat, Ekonomi Terpuruk
Kondisi ini memukul banyak sektor. Sopir truk pengangkut bahan pokok dan logistik industri mengaku kesulitan memenuhi jadwal distribusi ke Makassar dan daerah sekitarnya.
“Saya sudah dua hari terpaksa berhenti karena solar habis. Jadwal kirim logistik ke Makassar tertunda, rugi waktu, rugi uang,” ujar Lukman lagi.
Jika masalah ini berlarut-larut, bukan hanya sektor pertanian yang terpuruk, tetapi juga rantai pasok kebutuhan pokok masyarakat akan terganggu. Harga-harga bahan pangan dikhawatirkan melonjak.
Sorotan Publik: Pertamina Diminta Bertanggung Jawab
Kelangkaan solar di Sidrap memunculkan pertanyaan besar soal kinerja Pertamina.
Mengapa suplai solar bersubsidi bisa sedemikian terbatas? Apakah ada persoalan di tingkat logistik, distribusi, atau kebijakan internal?
Sejumlah aktivis dan tokoh masyarakat mendesak pemerintah daerah dan Pertamina memberikan penjelasan terbuka kepada publik.
“Jangan sampai masyarakat dibiarkan menderita tanpa solusi. Sidrap ini lumbung pangan Sulsel, masa petani dibiarkan kelimpungan,” tegas Arman Tahir, Ketua Forum Peduli Petani Sidrap.
Pemerintah Pusat, Provinsi dan Daerah Diminta Bertindak Cepat
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Pertamina mengenai penyebab pasti pembatasan suplai.
Pemerintah Kabupaten Sidrap pun didesak segera berkoordinasi dengan Pertamina dan Kementerian ESDM untuk memastikan pasokan kembali normal.
Jika situasi tak segera diatasi, Sidrap berpotensi mengalami krisis ekonomi lokal: panen tertunda, harga pangan naik, distribusi logistik tersendat, dan aktivitas ekonomi masyarakat lumpuh. (Arya/*)
Tinggalkan Balasan