BONE, HBK– Penyelidikan dugaan korupsi dana BLUD RSUD Tenriawaru Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, telah berjalan hampir sebulan. Namun, Kejaksaan Negeri Bone dipantau masih berkutat pada tahap klarifikasi dan pengumpulan data dari sejumlah pegawai, termasuk Direktur dan dua Kepala Bagian rumah sakit.
“Masih dalam tahap klarifikasi dan kerangka pengumpulan data,” ungkap Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Bone, Heru Susanto, S.H.
Informasi terpisah menyebutkan bahwa Direktur RSUD Tenriawaru, dr. H. A. Muhammad Syahrir, telah menjalani pemeriksaan bersama dua Kepala Bagian, yakni H. Rustam (Bagian Program) dan Rostang (PPK).
Saat dikonfirmasi, ketiganya kompak menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus ini kepada Kejaksaan. “Untuk lebih jelasnya, silakan pertanyakan di Kejaksaan saja,” kata Syahrir.
Lambannya penanganan kasus ini memunculkan spekulasi adanya tekanan terhadap aparat penegak hukum (APH) di Kejaksaan Negeri Bone, sehingga profesionalisme mereka dipertanyakan.
Dugaan tekanan ini diperkuat oleh informasi dari sumber, termasuk pengadu kasus, yang mengaku mendapat intimidasi dari berbagai pihak agar tidak memperpanjang masalah dan bersedia “diatur”.
“Sebaiknya jangan ribut,” tiru sumber tersebut menirukan perkataan pihak yang menekan. Pengadu menjawab, “Sebaiknya tidak usah ke saya untuk diamankan, amankan dulu Kejaksaan.” Sumber itu melanjutkan, menirukan si penekan, “Kejaksaan kami sudah aman, yang jelas kamu tidak ribut.”
Informasi yang dihimpun mengungkap dugaan praktik korupsi yang lebih dalam. Seorang pegawai RSUD Bone yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa hampir setiap tahun rumah sakit merencanakan belanja pengadaan alat kesehatan (alkes) dengan nilai fantastis, mencapai miliaran rupiah.
Sumber tersebut menduga bahwa setiap proyek pengadaan alkes memberikan keuntungan besar bagi pihak ketiga maupun oknum direksi. “Hampir setiap tahun itu ada perencanaan pengadaan alkes di RSUD, baik jenis alat elektronik atau manual dan itupun jenis dan merknya seperti Siemens, karena disitu Pimpro dan Petinggi (RSUD) dapat untung dari pihak ketiga,” ungkapnya.
Lebih lanjut, sumber itu membeberkan berbagai kejanggalan dalam pengelolaan anggaran RSUD Bone. Tak hanya pengadaan alkes, pengadaan oksigen pun diduga di mark-up. “Jangankan pengadaan alkes, saya kadang berikan nasehat sesama teman di RSUD bilang hati-hati, karena itu saja pengadaan oksigen kadang pesan 30 tabung yang tercatat dan dipertanggung jawabkan kadang hanya 40 tabung, dan hampir begitu terus kondisinya. Lihat saja gaya hidup Pak Dir, hedon bahkan nyawer dengan jutaan Rupiah terhadap orang lain kadang disalah satu acara,” jelasnya sambil tertawa kecut.
Informasi senada juga disampaikan oleh sejumlah pegawai RSUD Tenriawaru lainnya yang menyatakan bahwa dugaan korupsi di internal rumah sakit terjadi hampir setiap tahun. Mereka mencontohkan belanja modal hingga puluhan miliar setiap tahun untuk pengadaan alkes habis pakai dan non-habis pakai yang disinyalir “dipermainkan” dengan pihak kontraktor perusahaan pengadaan obat.
Modusnya diduga melibatkan kerjasama dengan pihak ketiga untuk menaikkan harga (mark-up) obat-obatan habis pakai. “Contohnya begini, kita kontrak dengan perusahaan obat dan untuk mendapatkan selisih harga itu biasanya beli obat yang jangka waktu kadaluarsanya hampir habis, meskipun sama merk kita tetapkan nota seharga yang sama, tetapi kita pilih waktu kadaluarsanya yang dekat habis agar dapat harga murah meskipun merk dan jenis obatnya sama,” beber salah satu pegawai RSUD yang enggan disebutkan namanya.
Tinggalkan Balasan