SIDRAP, HBK – Sidrap mendadak jadi sorotan nasional setelah sembilan pelaku penipuan daring dengan modus Sosial Bisnis (Sobis) dijatuhi vonis 5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Sidrap, Selasa, 10 Juni 2025.

Hukuman ini melampaui tuntutan jaksa yang hanya mengusulkan pidana 3 tahun 6 bulan.

“Vonis ini bukan sekadar hukuman, tapi alarm keras bahwa kejahatan siber tak bisa diberi ampun,” tegas Ketua Majelis Hakim Yasir Adi Pratama, S.H. di ruang sidang. Ia menambahkan, kasus ini sangat merusak citra daerah karena dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan dijadikan pekerjaan tetap oleh para terdakwa.

Terdakwa: Operator, Bukan Otak?

Mereka yang duduk di kursi pesakitan bukan satu-dua, melainkan sembilan orang:
Sofyan Sukheri, Yusriadi, Yudistira, Yusuf Amrin, Muh. Taufiq Lingga, Anto Nurung, Andi Taha Yasin, Saharuddin Bahar, dan Ebi Sanjaya.

Kesembilan terdakwa dinyatakan bersalah secara meyakinkan telah menipu dua korban dengan kerugian mencapai Rp50 juta. Mereka tak bekerja sendiri. Mereka hanya bagian dari sistem. Yang jadi masalah: otak dari skema penipuan ini—masih buron.

Kuasa hukum Herwandi Baharuddin, S.H., M.H. menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi Sulsel. Alasannya jelas: kliennya bukan aktor utama, hanya “anak buah” dari seseorang yang disebut “oldab”, pengendali aksi yang hingga kini masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).

“Bermain Sobis” Jadi Mata Pencaharian

Di ruang sidang, fakta mencengangkan terungkap: modus penipuan ini dijalankan layaknya usaha tetap. Mereka memanfaatkan alat bukti seperti puluhan ponsel, sepeda motor, komputer, printer, dan transaksi digital untuk mendekati dan menjebak korban.

Para terdakwa disebut sudah lama menjadikan penipuan sebagai pekerjaan utama, bukan sekadar coba-coba. Dalam amar putusan, majelis menekankan bahwa kejahatan digital ini dilakukan dengan kesadaran penuh dan keterlibatan aktif.

Majelis hakim yang memutus perkara terdiri dari:

  • Yasir Adi Pratama, S.H. (Ketua)
  • Yoga Pramudana, S.H.
  • Otniel Yuristo Y.P., S.H., M.H.

Perkara ini terdaftar dalam dua nomor berkas terpisah—52 dan 53/PN.Sidrap/2025, tapi proses pembacaan putusan dilakukan serentak.

Pikir-Pikir atau Menunda Konfrontasi Hukum?

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Sidrap, yakni Wiriawan Batara Kencana, S.H. dan Juanda Maulud Akbar, S.H., menyatakan masih pikir-pikir atas putusan hakim. Mereka belum menentukan sikap apakah akan mengajukan banding atau menerima putusan tersebut.

Satu hal yang jelas: vonis ini bisa menjadi preseden penting dalam kasus-kasus kejahatan siber di Indonesia, khususnya yang bermodus “sobis”—model penipuan digital berkedok kerja sama usaha sosial atau investasi.

Catatan Redaksi Kaka:

Vonis ini bukan akhir, melainkan awal dari pertanyaan besar:

  • Siapa sebenarnya dalang yang mengatur semua ini?
  • Mengapa ia belum tertangkap?
  • Dan bagaimana bisa sebuah jaringan penipuan berbasis digital tumbuh subur di daerah tanpa terendus lebih awal?

Jika Sidrap ingin bersih dari cap sebagai “ladang cyber crime”, maka kerja penegakan hukum belum selesai. Vonis 5 tahun memang tegas, tapi penangkapan otak pelaku akan jadi klimaksnya. (Arya)