SULSEL, HBK – Pengadilan Negeri Gowa menggelar sidang perdana terhadap terdakwa kasus uang rupiah palsu, Annar Salahuddin Sampetoding (63), pada Rabu (21/5/2025).

Dalam persidangan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Gowa membacakan surat dakwaan terhadap terdakwa.

JPU mengungkapkan bahwa keterlibatan Annar bermula pada tahun 2022 hingga 2023, saat ia menyuruh saksi Muhammad Syahruna untuk mempelajari proses pembuatan uang.

Secara bertahap, Annar kemudian mentransfer dana sebesar total Rp287 juta ke rekening Syahruna guna membeli alat dan bahan yang diperlukan untuk mencetak uang palsu.

Setelah alat dan bahan diperoleh, Syahruna membawanya ke rumah Annar di Jalan Sunu 3, Kota Makassar. Pada Februari 2024, Syahruna mulai menguji alat tersebut dengan mencetak poster kampanye Annar, yang saat itu berniat mencalonkan diri sebagai Gubernur Sulawesi Selatan.

Kemudian, pada Juli 2024, Syahruna mulai mencetak uang palsu pecahan Rp100.000.

Namun, hasil cetakan dinilai belum sempurna. Mengetahui hal itu, Annar memerintahkan Syahruna untuk menghentikan pencetakan dan memusnahkan seluruh alat serta bahan.

“Sebelum alat-alat tersebut dimusnahkan, saksi Andi Ibrahim sempat mengunjungi Annar pada Mei 2024. Saat itu, Andi bermaksud mencari donatur untuk pencalonannya sebagai Bupati Barru,” jelas JPU dalam persidangan.

Annar kemudian mempertemukan Andi Ibrahim dengan Syahruna guna membahas kelanjutan produksi uang palsu. Setelah pertemuan itu, kegiatan pencetakan uang palsu dipindahkan dari rumah Annar ke Gedung Perpustakaan UIN Alauddin Makassar.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi, menyampaikan bahwa JPU mendakwa Annar Salahuddin Sampetoding dengan dakwaan primair, yakni Pasal 37 ayat (1) UU RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp50 miliar.

Sebagai dakwaan subsidair, Annar dijerat dengan Pasal 37 ayat (2) UU yang sama junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara dalam dakwaan lebih subsidair, ia dikenakan Pasal 36 ayat (1) UU RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Sidang lanjutan dijadwalkan pada Rabu, 28 Mei 2025, dengan agenda pembacaan nota keberatan (eksepsi) dari pihak terdakwa,” tutup Soetarmi. (Ibhas)