BONE, HBK — Satu demi satu fakta mencuat dari kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Tahun 2019 di Dinas Kesehatan Kabupaten Bone. Teranyar, mencuat dugaan adanya “uang damai” senilai Rp300 juta yang disebut-sebut menjadi motif pencabutan laporan oleh pelapor dari kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Informasi yang dihimpun redaksi menyebutkan, oknum dari LSM yang sebelumnya melaporkan dugaan korupsi anggaran BOK 2019 kepada Kejaksaan Negeri Bone, dikabarkan menerima dana ratusan juta rupiah dengan mencatut nama Kasi Pidsus Heru Sutanto, SH, untuk menghentikan laporan.
Ketika dikonfirmasi oleh wartawan, Kasi Pidsus Kejari Bone, Heru Sutanto, membantah keterlibatannya dalam aliran dana tersebut, namun mengakui pelapor telah mencabut laporan secara tiba-tiba.
“Iya, tiba-tiba cabut laporannya dan mereka akui telah terima, hanya saja itu urusan pribadinya. Kami hanya proses kasus dugaan korupsinya meskipun mereka sudah cabut,”kata Heru di ruang kerjanya baru baru ini.
Anehnya, Heru enggan menyebut identitas LSM maupun lembaga pelapor. Sikap tertutup ini justru memantik kecurigaan publik bahwa ada upaya membiarkan praktik yang berpotensi merintangi proses hukum.
Tak hanya itu. Nama Plt Kepala Dinas Kesehatan Bone, Drg. Yusuf Tolo, juga ikut terseret dalam pusaran isu. Ia diduga menjadi penghubung atau fasilitator pengumpulan dana senilai Rp300 juta dari sejumlah kepala puskesmas, yang diklaim digunakan untuk “biaya damai” kepada pelapor.
Dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Yusuf hanya menanggapi awal pertanyaan wartawan dengan kalimat, “Terkait apa ndi?”. Namun setelah wartawan menyampaikan substansi konfirmasi, ia tak merespons lebih lanjut.
Sementara itu, data anggaran BOK 2019 menunjukkan potensi penyimpangan yang signifikan. Dari total dana Rp60.978.874.000, sebanyak Rp24.643.469.000 terserap untuk kegiatan di Dinas Kesehatan, dan Rp34.695.055.000 dibelanjakan di 38 Puskesmas.
Hasil audit atau penghitungan sementara diduga menyisakan selisih Rp1.741.350.000 yang belum memiliki pertanggungjawaban yang jelas. Indikasi laporan pertanggungjawaban fiktif pun mulai mencuat, termasuk dugaan pengalihan dana ke kegiatan yang tak relevan dengan program kesehatan.
Meski proses penyelidikan di Kejaksaan Negeri Bone masih berjalan, dugaan pencabutan laporan karena imbalan dana berpotensi menjadi bentuk perintangan proses hukum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jika dugaan ini terbukti, maka bukan hanya pelapor yang bisa diproses hukum, melainkan juga semua pihak yang terlibat dalam persekongkolan pencabutan laporan atau pengumpulan dana untuk menghentikan proses hukum.
Tinggalkan Balasan