Oleh : MULAWARMAN
(JURNALIS, ALUMNI UNHAS)

Sepekan ini, RMS jadi trending. Menyusul pernyataannya di sebuah kampanye Calon Gubernur dan Wakil Gubenrur Sulsel yang menyebut ada calon Wagub yang mengaku sebagai warga pinrang, namun belum memberikan sesuatu yang berarti bagi masyarakat.

Meski tanpa menyebut nama, rupanya, ada yang terpancing. Alih-alih merusak citra, pemberitaan itu malah berpotensi semakin menaikan dan bahkan menurunkan popularitas seorang calon.

Kampanye sejatinya menjadi ruang terbuka menguji kandidat. Setiap calon dan para pendukungnya bebas menyuarakan aspirasi dan perspektifnya.

Hal ini dijamin UU Partai politik. Di sisi lain, publik pun akan memiliki preferensi sendiri, terhadap calon yang didukungnya.

Setiap orang berhak meyakinkan masyarakat. Sehingga masyarakat bisa lihat kandidat yang betulan kerja atau tidak. Diuji di kampanye, di eksekusi di bilik suara pilkada.

Tulisan ini terpantik oleh polemik RMS atas pernyatannya di media, yang kemudian direspon secara berlebihan oleh sejumlah elit partai tertentu, untuk tidak menyebut lebay, dari beberapa pihak, terutama yang merasa tersinggung.

Alih-alih merespon berlebihan, justru boleh jadi bisa kontraproduktif dengan target kampanye. Karenanya, penting untuk melihat perkara ini dalam kacamata yang lebih jernih. Agar jangan malah jadi boomerang, atau membuat publik malah menjadi antipati kepada elit politik.

*KAMPANYE DAN UJI PUBLIK*

Dalam khazanah politik, kampanye ada dua, negative campaign dan black campaign. Kampanye negatif adalah kritik yang bertujuan mendeligitimasi kandidat lain, yang arahnya pada program atau kebijakan politik kubu lawan. Praktik ini tidak dilarang dan tak terhindarkan. Tujuannya, agar publik tidak salah pilih tentu saja.

Adapun black campaign atau kampanye hitam adalah dengan cara menyerang lawan dengan isu yang tidak benar, tujuannya memecah belah dan permusuhan. Pelakunya biasanya anonim. Dilarang UU Politik dan di masyarakat demokrasi.

Pernyataan RMS di atas dapat dimasukan ke dalam kategori pertama. Yang pernyataanya tidak menyinggung atau menghina seseorang.

“Ada kandidat yang mengaku sebagai warga pinrang, tapi belum berbuat yang berarti buat masyarakat,” ujar RMS. Dari statement ini, jelas tidak ditujukan pada calon tertentu.

Dalam UU Pemilu, BAB VII tentang Kampanye Pemilu dari Pasal 267 sampai dengan Pasal 339 UU No. 7 Tahun 2017. Salah satu aturannya berisi tentang larangan atau batasan dalam kampanye, sebagaimana diatur dalam Pasal 280 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017, yaitu mengenai larangan menghina seorang peserta lain berdasarkan Suku, Agama, Ras, dan Golongan (SARA).

Sebaliknya, dalam UU Pemilu Pasal 1 ayat 12, juga disebutkan bahwa kampanye bertujuan untuk meyakinkan Pemilih dengan menawarkan visi, misi, program, dan/atau citra diri Peserta Pemilu; sehingga masyarakat memilihnya. Membuat masyarakat sadar dan mengetahui masing-masing calon, maka itulah menjadi bagian mulia dari edukasi politik yang ada dalam. (*)