“Warga Curiga Proyek Irigasi di Botto Tidak Sesuai Prosedur, Minta Inspektorat Turun Tangan”
SIDRAP, HBK – Kecurigaan sejumlah warga Dusun Dua Loka Lokae, Desa Botto, Kecamatan Pitu Riase, Kabupaten Sidrap, terhadap pembangunan dinding saluran irigasi kian menguat. Proyek yang telah berjalan sekitar satu bulan ini tidak dilengkapi papan informasi, sehingga ramai disebut sebagai proyek siluman.
Warga menilai, absennya papan proyek membuat mereka tidak mengetahui asal usul kegiatan tersebut—mulai dari sumber anggaran, nilai kontrak, volume pekerjaan, hingga identitas pihak pelaksana. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar, terlebih pekerjaan di lapangan juga dinilai tidak memenuhi standar.

Pengerjaan Dinilai Asal-Asalan
Sejumlah warga menyoroti dugaan penggunaan material yang tidak sesuai spesifikasi, terutama pasir yang dianggap terlalu halus dan tidak berstandar konstruksi. Cara pengerjaan di lokasi pun disebut dilakukan tanpa pengawasan ketat.
Salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya menuturkan bahwa masyarakat sejatinya berterima kasih atas adanya pembangunan saluran. Namun, tanpa transparansi, mereka khawatir kualitas konstruksi tidak akan bertahan lama.
“Kami bersyukur dengan adanya proyek ini, tapi kalau begini ji cara kerjanya tanpa keterbukaan, mau diapa juga nantinya? Belum cukup satu tahun bisa hancur lagi,” keluhnya.
Warga Minta Inspektorat dan Kejaksaan Turun Tangan
Melihat banyaknya kejanggalan, warga meminta Inspektorat Kabupaten Sidrap bersama Kejaksaan untuk turun langsung melakukan pemeriksaan. Mereka menilai audit sangat penting agar pelaksanaan pembangunan benar-benar sesuai prosedur dan anggarannya dapat dipertanggungjawabkan.
Kades Botto: Proyek Dikerjakan BUMN, Dilaksanakan PT Adhi Karya
Dikonfirmasi terpisah pada Minggu, 16 November 2025, Kepala Desa Botto, Jumardin, membenarkan adanya proyek tersebut. Ia mengatakan pembangunan saluran itu berada di bawah naungan salah satu BUMN dan dikerjakan oleh PT Adhi Karya.
Jumardin menjelaskan bahwa pekerjaan terbagi dalam dua segmen, yakni panjang lebih dari 200 meter dan sekitar 400 meter. Proyek yang berjalan saat ini disebut merupakan bagian dari segmen pertama.
Namun saat ditanya mengenai besaran anggaran, ia mengaku tidak mengetahui secara pasti.
“Yang jelas ada orang sempat datang ke kantor untuk menyampaikan bahwa mau dikerja,” ujarnya.
Tidak adanya rincian mengenai kontrak maupun sumber dana semakin memunculkan tanda tanya mengenai legalitas dan transparansi proyek tersebut.

Bertentangan dengan Regulasi
Padahal, aturan pemerintah sangat jelas. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 jo Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, setiap pekerjaan fisik wajib memasang papan nama proyek.
Kewajiban tersebut juga diperkuat oleh edaran Kementerian PUPR serta instruksi pemerintah daerah yang menekankan transparansi sebagai upaya pencegahan penyimpangan.
Tidak adanya papan proyek merupakan indikator awal minimnya keterbukaan dalam pelaksanaan pekerjaan, dan sering kali menjadi pintu masuk dugaan penyimpangan anggaran.
Warga Menunggu Tindakan Tegas
Hingga kini, warga menanti langkah konkret dari pemerintah daerah untuk memastikan proyek berjalan sesuai standar dan tidak merugikan masyarakat. Mereka berharap pihak Pengawas Internal BUMN, Inspektorat, serta Aparat Penegak Hukum benar-benar menindaklanjuti laporan di lapangan.





Tinggalkan Balasan