SIDRAP, HBK — Kasus penembakan mobil Mitsubishi Xpander warna hitam bernopol DD 1368 XAR yang terjadi di Desa Lainungan, Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, memasuki babak baru.

Fakta-fakta di lapangan yang diungkap pemilik mobil dan kuasa hukumnya justru membongkar banyak kejanggalan dari klarifikasi resmi Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulsel yang disiarkan berbagai media dan itu dinilai penuh inkonsistensi dan terkesan mencari pembenaran.

Mobil Xpander yang diketahui milik Hasdar, seorang pengusaha sekaligus pemilik usaha rental PT. Musa Jaya Perkasa, ditembaki hingga berlubang di delapan titik oleh oknum petugas BNN Sulsel dalam operasi dini hari, Selasa, 14 Oktober 2025.

Padahal, mobil tersebut merupakan kendaraan sewaan dari seorang Kepala Dusun di Siwa Kabupaten Wajo dan dipinjam sewakan dan digunakan pada dua warga Sidrap berinisial HR dan RF, bukan milik pengedar narkoba seperti yang disampaikan pihak BNN Sulsel kepada sejumlah media.

Kronologi yang Ganjil

Menurut versi BNN Sulsel, penembakan terjadi ketika mobil Xpander berusaha melarikan diri setelah akan menerima 94 butir pil ekstasi dari seseorang berinisial AO yang lebih dulu diamankan petugas.

Petugas disebut menembak ke arah ban mobil karena kendaraan tersebut nyaris menabrak aparat dan menolak berhenti. Padahal kondisi terakhir Ban mobil saat ditemukan tidak ada lubang peluru, dan yang ada hanya dikempesin.

Namun, versi ini dibantah keras oleh Hasdar. Dalam konferensi pers di Sidrap, Minggu (19/10/2025), ia menilai pernyataan BNNP Sulsel tidak logis dan cenderung menutupi kesalahan fatal petugas di lapangan.

“BNN hanya mencari pembenaran. Logikanya, HR dan RF belum bisa dikategorikan sebagai pengedar. Yang punya barang itu AO, dia penjual. HR dan RF adalah pembeli alias pengguna yang akan menerima barang tersebut. Lalu atas dasar apa mobil saya ditembaki seperti itu?” ujar Hasdar.

Hasdar menegaskan, fakta di lapangan menunjukkan tidak ada barang bukti narkotika yang ditemukan di dalam mobil setelah insiden penembakan.

Artinya, tindakan menembak kendaraan sipil tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan berpotensi melanggar prosedur standar operasi (SOP) penindakan.

Lubang Peluru di Segala Arah

Pemeriksaan awal yang dilakukan pemilik bersama kuasa hukumnya, Echa Syaputra, SH., MH., menemukan setidaknya delapan lubang peluru tajam bersarang di bodi kendaraan, sementara klaim BNN Sulsel ada lima kali tembakan peluru, sementara ada delapan lubang bersarang di bodi kiri kanan depan belakang mobil tersebut.

Lubang-lubang itu terdapat di kaca depan, sisi kiri, kanan, hingga bagian belakang, bahkan dua di antaranya berada di dekat tangki bahan bakar.

“Kalau benar mereka dikejar ataupun nyawa petugas spontan membahayakan dan hendak tabrak lari spontan pasti rentetan tembakan dsri arah depan lebih banyak ketimbang dari bagian belakang, tapi inikan anrh lubang tembakan di bagian belakang diduga tembus kedepan serta tembus mengenai jok sopir. Ini bukan tembakan peringatan, tapi tembakan mematikan,” jelas Echa Syaputra.

Echa menyebut pola tembakan itu blunder dan menunjukkan unsur penyalahgunaan senjata api, karena menembak ke arah kabin kendaraan berarti secara langsung mengancam nyawa pengemudi maupun penumpang, belum lagi adanya peluru nyasar kerumah warga dan secara otomatis juga membahayakan nyawa penduduk setempat.

Apalagi lokasi kejadian berada di area padat penduduk Desa Lainungan, yang semestinya membuat petugas lebih berhati-hati menggunakan senjata sebelum mengambil tindakan tegas.

Klarifikasi yang Tidak Sinkron

Dalam pernyataannya, Agung FS, Plt Kasi Intelijen BNNP Sulsel, mengungkap bahwa penembakan dilakukan karena mobil berusaha kabur dan membahayakan petugas.

Namun, dalam penjelasan berikutnya, ia justru menyebut bahwa peristiwa itu terjadi dalam skenario “transaksi terselubung (undercover buy)” yang akan dilakukan antara AO dan HR-RF — artinya transaksi belum terjadi dan baru akan serah terima barang bukti pada saat itu.

Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar, bahwa Jika transaksi belum terjadi, dan belum ada barang bukti di tangan HR-RF, mengapa BNN memilih menggunakan senjata api dan menembaki mobil sebelum ada kepastian tindak pidana?

Kuasa hukum menilai pernyataan BNN yang berubah-ubah menjadi bukti kuat bahwa lembaga tersebut belum terbuka sepenuhnya kepada publik.

Bahkan, kata Echa, ada indikasi bahwa sejumlah pimpinan BNN Sulsel berupaya menutup-nutupi kesalahan anak buahnya.

Dugaan Pelanggaran Prosedur dan Tuntutan Pertanggungjawaban

Atas insiden tersebut, Hasdar mengaku akan melaporkan kasus ini ke Divisi Propam Mabes Polri, Irwasum, dan termasuk ke Kompolnas RI, serta menuntut ganti rugi atas kerusakan mobilnya.

“Kalau memang mereka mau tangkap pelaku kejahatan, tangkap orangnya, jangan mobil saya yang jadi korban. Ini sama saja dengan merusak harta benda warga sipil,” tegas Hasdar.

Hasdar juga mengungkap, selain menembaki mobil tanpa dasar jelas, petugas BNN disebut sempat tidak memberikan surat perintah operasi dan berita acara penyitaan di lokasi.

Padahal, itu adalah dokumen wajib dalam setiap operasi penindakan narkoba.

Sementara itu, dari informasi yang diterima wartawan di lapangan, sejumlah warga Desa Lainungan mengaku mendengar suara tembakan bertubi-tubi sekitar pukul 01.30 dini hari.

Salah satu warga bahkan menyebut sempat panik karena letusan terjadi di dekat pemukiman padat.

Kejadian itu juga dibenarkan kepala desa Lainungan Andi Haruna yang mengaku baru mengetahui setelah pihak pemilik mobil berserta anggota Polres mendatangi TKP dan melaporkan kejadian itu.

“Saya baru tau setelah ada pihak pemilik dan polres kelokasi dan saat itu saya sedang berduka ada keluarga meninggal dunia,”ucap Andi Haruna yang dihubungi setelah kejadian.

Desakan Transparansi dan Audit Internal

Sejumlah pemerhati hukum di Sulawesi Selatan menilai, BNNP Sulsel harus membuka hasil investigasi internal secara transparan, termasuk hasil gelar perkara, laporan balistik, dan koordinasi dengan Polres Sidrap.

Hal ini penting agar publik tidak menilai lembaga anti-narkoba itu justru menjadi pelaku pelanggaran hukum.

“Tindakan represif seperti ini tidak bisa dibiarkan. Kalau dibiarkan, aparat bisa seenaknya menembak siapa pun hanya dengan alasan ‘diduga bandar’,” ujar salah satu pemerhati hukum Sidrap H.Purmadi Muin,S.H.

Arah Investigasi Selanjutnya

Hingga kini, belum ada pernyataan baru dari pimpinan BNNP Sulsel selain klarifikasi awal yang dinilai janggal.

Sementara itu, pihak pemilik kendaraan terus mengumpulkan bukti visual dan saksi untuk memperkuat laporan ke Kompolnas dan Propam.

Publik kini menunggu keberanian BNNP Sulsel membuka data lapangan secara jujur — termasuk arah tembakan, jumlah peluru, dan dasar penembakan — agar kebenaran insiden ini tidak terkubur oleh narasi pembenaran sepihak. (Ady)