SIDRAP, HBK — Taman Wisata Alam Pattumba di Desa Compong, Kecamatan Pitu Riase, Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan, tengah menjadi sorotan publik.
Keindahan alamnya yang memikat justru diiringi dengan kabar miring mengenai dugaan penyalahgunaan lokasi tersebut oleh sejumlah pengunjung untuk berbuat mesum.
Informasi itu memicu keprihatinan masyarakat setempat, termasuk kalangan anggota DPRD Sidrap. Mereka mendesak agar pengelola segera membentuk tim pengawas atau menyiapkan petugas jaga di area wisata guna mencegah aktivitas yang bertentangan dengan norma sosial dan agama.
Taman Wisata Alam Pattumba berada di kawasan hutan yang sejuk dan tenang, dikelilingi panorama alam serta air terjun. Fasilitas pendukung seperti gazebo yang dibangun pemerintah desa menjadi daya tarik utama, namun juga menyimpan potensi rawan jika tidak diawasi secara ketat.
Kepala Desa Compong, Egy Sunardi Nurdin, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp pada Kamis (31/7/2025), membenarkan bahwa taman wisata tersebut masih dalam tahap pembenahan dan belum difungsikan secara penuh.
“Petugas jaga sebenarnya sudah kami siapkan, namun karena taman masih dalam proses pembenahan, penjagaan belum bisa berjalan maksimal,” ungkap Egy.
Ia menegaskan bahwa setelah proses pembangunan rampung, pengelola akan mengaktifkan petugas jaga secara penuh untuk mengawasi aktivitas pengunjung dan memberikan edukasi selama berada di area wisata.
“Ketika pembangunan sudah rampung dan berfungsi maksimal, kami pihak pengelola sudah menyiapkan petugas jaga untuk membantu mengawasi segala aktivitas pengunjung dan memberikan edukasi,” terang Egy.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa patroli rutin sebenarnya telah dilakukan, meskipun belum masif mengingat status taman yang masih dalam tahap penyempurnaan.
“Kami berharap masyarakat yang melihat atau menemukan hal-hal mencurigakan di kawasan wisata Pattumba segera melapor kepada kami. Kami akan langsung menindaklanjuti,” tegasnya.
Desakan pengawasan ini menjadi peringatan dini bagi pengelola destinasi wisata agar tetap menjaga kesucian fungsi wisata alam sebagai ruang publik yang sehat dan edukatif, bukan tempat pelampiasan perilaku menyimpang.
Dukungan masyarakat, pengawasan kolektif, serta penegakan norma menjadi kunci agar kawasan wisata tidak kehilangan nilai dan fungsinya yang sesungguhnya.
Tinggalkan Balasan