SIDRAP, HBK — Maraknya aktivitas tambang galian C di wilayah Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), kini memicu keresahan luas di tengah masyarakat.

Sejumlah titik tambang yang berada di kawasan berbukit hingga dekat permukiman, dilaporkan telah menyebabkan kerusakan ekosistem dan mengancam keberlanjutan lingkungan hidup di daerah tersebut.

Bukan hanya memperburuk bentang alam, dampak aktivitas penambangan juga merembet ke persoalan infrastruktur.

Truk-truk bermuatan material tambang yang setiap hari lalu lalang di jalan umum telah menyebabkan kerusakan parah pada sejumlah ruas jalan yang sebelumnya dibangun untuk kepentingan publik.

Lubang-lubang menganga, debu beterbangan, hingga jalanan yang berlumpur saat hujan menjadi pemandangan sehari-hari bagi warga.

Diduga Tak Kantongi AMDAL dan Izin Resmi

Banyak pihak menduga bahwa sebagian besar aktivitas tambang ini dilakukan tanpa dilengkapi dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), bahkan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Padahal, regulasi sangat jelas mengatur tentang ketentuan tersebut.

Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 menyatakan bahwa pelaku penambangan tanpa izin dapat dikenakan sanksi berat, mulai dari administratif, sanksi tambahan seperti kewajiban reklamasi, hingga ancaman pidana 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp100 miliar.

Desakan dari Aktivis dan Warga: “Jangan Biarkan Alam Dijual Bebas”

Ahlan, aktivis dari Forum Peduli Masyarakat (FPM) Sidrap, menegaskan bahwa kondisi ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.

“Kami minta pemerintah dan aparat segera meninjau ulang seluruh izin tambang yang ada di Watang Pulu. Kalau terbukti merusak lingkungan dan tidak berizin, harus dihentikan. Jangan tunggu bencana datang baru sibuk cari solusi,” tegasnya.

Salah seorang warga Kelurahan Arawa, yang enggan disebut namanya, juga menyuarakan kekhawatirannya. Ia mengingatkan dampak jangka panjang dari eksploitasi alam secara brutal.

“Kalau hujan deras dan bukitnya sudah tergerus, longsor dan banjir tinggal tunggu waktu. Kami yang tinggal di bawah kaki bukit ini bisa jadi korban. Kalau tidak ada izin dan tidak ramah lingkungan, harus ditindak!” ujarnya penuh kecemasan.

Pantauan di Lapangan: Tambang Masih Beroperasi Bebas

Pantauan media ini pada Rabu (30/7/2025), aktivitas tambang masih berlangsung di sejumlah titik, antara lain:

  • Kelurahan Arawa, di pinggir jalan jalur dua arah kompleks SKPD, hanya beberapa ratus meter dari fasilitas umum seperti rumah makan.
  • Kelurahan Bangkai, di akses jalan menuju Pasar Lawawoi.
  • Kelurahan Lawawoi, di mana satu unit ekskavator terlihat masih standby di lokasi penggalian.

Kondisi ini semakin mempertegas lemahnya pengawasan dari pihak terkait, termasuk Dinas Lingkungan Hidup dan aparat penegak hukum.

Warga menilai, jika tak segera diambil tindakan, aktivitas tambang liar ini akan membawa dampak kerusakan permanen yang tak mudah dipulihkan.

Harapan Rakyat: Penegakan Hukum Tanpa Kompromi

Masyarakat mendesak agar Pemkab Sidrap, bersama aparat penegak hukum dan instansi lingkungan hidup, bertindak cepat dan tanpa kompromi terhadap tambang-tambang yang tidak taat aturan.

Selain penertiban, warga juga menuntut agar kerusakan infrastruktur yang diakibatkan aktivitas tambang segera diperbaiki dan dipulihkan.

“Kami bukan anti pembangunan. Tapi pembangunan itu harus berwawasan lingkungan, punya izin, dan tidak merugikan masyarakat. Jangan biarkan sumber daya alam kita dijarah atas nama investasi, tapi meninggalkan bencana,” pungkas seorang tokoh masyarakat Watang Pulu. (*)