SIDRAP, HBK — Pengadilan Agama Sidenreng Rappang kembali menegaskan komitmennya dalam menegakkan keadilan, khususnya bagi perempuan, lewat putusan perkara harta bersama Nomor 168/Pdt.G/2025/PA.Sidrap.
Perkara yang diputus secara verstek ini—karena ketidakhadiran tergugat dalam persidangan—menjadi angin segar bagi pencari keadilan yang selama ini kerap terpinggirkan dalam proses pembagian pasca perceraian.
Dalam perkara ini, M. binti L. sebagai Penggugat menggugat pembagian harta bersama melawan mantan suaminya, M. bin H.Y. Majelis hakim menetapkan bahwa satu unit mobil Toyota Avanza 1.5 Veloz merupakan harta bersama yang sah.
Namun karena mobil tidak dapat dibagi secara fisik (natura), maka kendaraan tersebut dinyatakan menjadi bagian Penggugat dengan kewajiban membayar kompensasi sebesar Rp12.302.853 kepada Tergugat.
Tak hanya itu, Majelis Hakim juga menetapkan bahwa seluruh utang bersama sebesar Rp120.394.294 dibebankan kepada Penggugat demi menjamin kepastian hukum dan melindungi hak pihak ketiga (kreditur). Meskipun tampak berat di atas kertas, langkah ini justru menunjukkan kepercayaan terhadap iktikad baik pihak Penggugat yang selama ini menanggung beban rumah tangga pasca perceraian.
Kuasa hukum Penggugat, Herwandy Baharuddin, S.H., M.H., CPLC., CPCLE., CPI., CPLA., C.Med., mengapresiasi tinggi keberanian dan ketelitian majelis hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
“Majelis Hakim tidak hanya menerapkan hukum secara tekstual, tetapi juga menggali keadilan secara kontekstual dengan mempertimbangkan posisi sosial dan budaya perempuan dalam rumah tangga,” ujar Herwandy.
Ia menambahkan, putusan ini menjadi preseden penting karena mengedepankan pembagian yang proporsional serta mempertimbangkan prinsip keadilan substantif.
“Ini adalah bentuk nyata perlindungan hukum terhadap perempuan yang beritikad baik dan memikul beban ekonomi pasca perceraian. Keputusan ini mencerminkan keberanian dan integritas Pengadilan Agama Sidenreng Rappang dalam menegakkan keadilan sejati,” tegas Herwandy.
Putusan tersebut bukan hanya menyentuh sisi legal-formal, tetapi juga membawa pesan moral bahwa hukum dapat menjadi alat keberpihakan terhadap keadilan yang sesungguhnya—bukan sekadar pembagian angka dan benda, melainkan keberimbangan tanggung jawab dan perlindungan hak atas dasar kemanusiaan. (Ady)
Tinggalkan Balasan